Keberadaan gamelan gong kebyar di Tejakula,
merupakan salah satu asset dari perkembangan gong kebyar yang tersebar luas di
Bali. Salah satu bentuk medium seni tabuh, gong kebyar di Tejakula juga di
manfaatkan selain sebagai sarana kebutuhan estetis secara musical, juga sebagai
sarana lainnya seperti untuk pengiring upacara atau ritual, sarana sosial, dan
sarana ekonomi. dari fungsi yang ada sekaligus dimaknai sebagai medium estetis
yang bernilai ritual, sosial, dan ekonomi.
Sejarah singkat keberadaan gamelan
gong kebyar di Tejakula: menurut penuturan gamelan gong kebyar di desa Tejakula
pada mulanya warga dadia pinatih desa Tejakula memiliki seperangkat barungan
gamelan gong kebyar gaya Bali utara. Seperangkat gamelan tersebut, dipinjamkan
kepada desa Tejakula. Pada saat itu kebetulan pemimpin desa atau bapak kepala
desanya dari warga pinatih yaitu Bapak I Ketut Arta. Sebelum bapak I Ketut Arta
memimpin desa Tejakula, desa tersebut pernah juga dipimpin oleh warga pinatih.
Perkembangan kesenian di desa
Tejakula pada saat itu sangat maju khususnya kesenian Kebyar seperti ada
beberapa tarian diantaranya tari Truna Jaya, Margapati, Panji semirang, Tenun,
Wiranata, Oleg Tamulilingan, Cendrawasih, dan tari Kupu-kupu. Adapun mengenai
tabuh-tabuhan seperti : Hujan Mas, Bande Sura Kekebyaran, dan tabuh galang
kangin kekebyaran. Kesemuanya jenis kesenian tersebut dapat disajikan atau
diiringi oleh barungan gamelan gong kebyar milik warga penatih yang dipinjamkan
bapak kepala desa Tejakula.
Sebelum dan sesudah gerakan G30
S/PKI pada tahu 1965, seni-seni tersebut khususnya seni tari dan seni karawitan
(tabuh) sering pentas mengisi acara permohonan internal desa dan eksternal
desa. Internal desa mengisi permohonan masyarakat desa Tejakula dalam kegiatan
upacara Panca Yadnya seperti : Dewa Yadnya, Manusa Yadnya, Bhuta Yadnya, Rsi
Yadnya, dan Pitra Yadnya. Untuk ekternal mengisi acara di istana negara Tampak
Siring dalam rangka kunjungan bapak presiden republik Indonesia pada saat itu
bapak Soekarno adalah sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama. sebelum
pentas di Tampak Siring (istana), pentas juga di Patal Tohpati, Balitek,
Kapal-kapal besar di pelabuhan Buleleng, HUT Kota Singaraja dan dalam rangka 17
Agustus di alun-alun atas dan alun bawah di kota Singaraja.
Perkembangan seni selanjutnya di
desa Tejakula, adanya rekaman dari Yama Sura dari Jepang untuk kepentingan
kampus yang sudah barang tentu dikasi dana. Selanjutnya kesenian gong kebyar
dan kesenian wayang wong pada tanggal 5 sampai dengan 13 September 1993, diajak
mengikuti pementasan di Jepang Tokyo oleh Bapak Sardononpada tanggal 16 Mei
1995 dengan materi yang sama pergi ke negara Swedia yang diprakasai oleh bapak
Sida Karya alias UlGad dari Swedia. Kepergian rombangan kesenian Tejakula ke
negara tersebut dan termasuk rekaman yang dilakukan oleh Yama Sura dari Jepang
memakai barungan gamelan gong kebyar tersebut. Para seniman yang mengikuti
kegiatan kesenian tersebut tidak sepenuhnya mendapatkan honor (upah) karena akan
ada rencana untuk membeli seperangkat barungan gamelan gong kebyar.
Atas dasar pertimbangan para seniman
yang di prakarsai oleh Bapak Nyoman Tusan dan Pande Gede Mustika, sehingga
sisa-sisa dana dari ke tiga kegiatan tersebut mencukupi untuk membeli
seperangkat barungan gamelan gong kebyar. Gamelan gong kebyar yang ada sekarang
itu dibeli dengan harga Rp. 15.000.000,00 (limas belas juta rupiah) di pande
gamelan Kubu Jati yaitu Bapak Gede Artha. semula gamelan tersebut tanpa diukir,
selanjutnya diukir oleh masyarakat Tejakula dari keluarganya Putu Inten.
Gamelan tersebut dibeli pada tahun 1996 Setelah memiliki gamelan baru, gamelan
gong kebyar milik warga pinatih yang dipergunakan oleh desa dikembalikan,
sehingga gamelan gong kebyar yang ada sekarang di desa administrasi Tejakula
berkat jerih payah seniman.
Demikian sejarah singkat keberadaan
barungan gamelan gong kebyar yang ada sekarang di desa Tejakula, sehingga
aktifitas seniman khususnya seniman kebyar berjalan sesuai dengan harapan.
Bentuk Fisik
Bentuk fisik gamelan gong kebyar yang ada di desa
Tejakula merupakan barungan gamelan yang terbuat dari kerawang dengan pelawah
dari kayu disusun sedemikian rupa sehingga berbentuk sebuah
instrument-instrumen yang kebanyakan berbentuk bilah. Unsur budaya Bali
tercemin pada penggunaan instrument dari perangkat gamelan Bali dan busana yang
digunakan oleh para penabuh (juru gamel). Budaya local tampak pada penggunaan
aspek tradisi Bali seperti bentuk ukiran/ornament pada pelawahnya, menggunakan
laras pelog, sesaji, dan para penabuhnya didominasi dengan memakai kostum
penabuh tradisi budaya Bali.
Bentuk Instrumen
Gamelan gong kebyar di desa Tejakula
sudah barang tentu mempunyai suatu kekhasan sendiri. Barungan gamelan gong
kebyar Tejakula, bentuk instrumennya ada yang berbentuk bilah dan ada yang
berbentuk pancon (moncol). Menurut Brata, instrument yang berbentuk bilah juga
dapat dibagi menjadi dua yakni bilah yang berbentuk dengan istilah; metundun
klipes, metundun sambuk, setengah penyalin, dan bulig.
Bentuk Repertoar
Bentuk adalah susunan dari suatu bagian atau
struktur yang merupakan suati sehingga membentuk atau mewujudkan suatu bentuk
nyata. Bentuk repertoar ditentukan oleh jumlah bagian, struktur, dan permainan
dari suatu instrument.Dalam repertoar gending-gending gong kebyar di desa
Tejakula terdapat beberapa bentuk repertoar gending yaitu bentuk repertoar
gending gilak (gegilakan), tabuh telu, tabuh pat, tabuh nem, dan tabuh-tabuh
untuk iringan tari-tarian lepas. Masing-masing bentuk repertoar gending,
merupakan rangkaian dari bagian-bagian gending yang masing-masing bentuk
mempunyai urutan sajian bagaian gending yang berbeda-beda.
Adapun urutan dari bagian-bagian
bentuk repertoar gending dari masing-masing bentuk repertoar adalah sebagai
berikut :
1.
Bentuk
repertoar gending gilak (gegilakan) terdiri dari bagian gending-gending kawitan
dan pengawak.
2. Bentuk
repertoar gending tabuh pisan terdiri dari bagian gending kawitan, pengawak,
ngisep ngiwang, pengisep, dan pengecet.
3.
Bentuk
repertoar gending tabuh telu, terdiri dari bagian gending kawitan dan pengawak.
4.
Bentuk
repertoar gending tabuh pat, tabuh nem, dan tabuh kutus mempunyai bagian
gending yang sama yaitu kawitan (pengawit), pengawak pengisep (pengaras), dan
pengecet. Pada bagian gending pengecet terdapat sub-sub bagian gending yang
urutan sajiannya adalah kawitan, pemalpal, ngembat terompong, pemalpal tabuh
telu, pengawak tabuh telu. Alternatif yang lain dari susunan sajian sub bagian
gending dalam pengecet adalah kawitan, pemalpal, ngembat trompong, dan gilak
atau gegilakan.
5.
Gending-gending
untuk iringan tari-tarian lepas pada umumnya dikomposisikan sedemikian rupa
disesuaikan dengan bentuk tari yang diiringi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar